Minggu, 08 Mei 2011

Cibodas (Tour Perpisahan Mutiarajaya 2011)

Siap, grak! hadap kiri, grak! berhitung!.

Begitulah kiranya mereka di tiga tahun yang lalu tat kala menginjakan kakinya di Mutiarajaya, namun tak terasa waktu berjalan begitu cepat, hari demi hari, minggu ketemu minggu, bulan ketemu bulan dan tahun terus berganti. Tibalah saatnya seperti pepatah mengatkan "tiada pesta yang tak berakhir", pun kita jua harus berpisah.

Dadap tertawa, gagap tersenyum, Tatu bergaya semua Tertawa, begitulah gambaran yang saya tangkap dari di wajah anak-anak peserta Tour Perpisahan (Mutiarajaya 2011). Semalam hujan sangat deras, tak ayal jalan-jalan di lingkungan kami menjadi becek, namun tidak menyurutkankan mereka untuk mengikuti tour ini.  Jam menunjukan pukul 07.00 WIB semua peserta naik kemobil, Agan Uban mengambil bagian tugasnya untuk memimpin do’a. “Semua tenang, semua tenang, semua tenang tidak ada yang berbicara lagi, demi keselamatan kita mari bersama-sama kita memanjatkan doa, karena bagaimanapun juga orang tua kita merindukan kepulangan kita dengan selamat. Bissmillahi ... .” Begitulah kiranya Agan Uban membimbing murid-muridnya berdoa.

“Cegegeg, gegegegegeg” oh berbunyi mesin mobil yang kami tumpangi sedang dihidupkan dan tak lama kamipun melakukan perjalanan. “Musik, tarik mannnnnng…” terdengar suara lantang dari arah belakang  ternyata suara si Dadap (salah seorang siswa menyemangati perjalanan wisata kami). “Bayanganmu bayanganmu yang selalu hadir dalam hidupku …’ itu yang saya ingat dari penggalan lagu remix yang di sajikan Abah (seorang driver yang menghantarkan dan melayani  kami). 

Waktu menunjukan pukul  09.30, tak terasa mobil yang kami tumpangi sudah ada di daerah Ciawi – Bogor kami sudah akan keluar dari dalam tol Jagorawi , karena diingatkan oleh Abah untuk bayar tiket, maklum kebetulan saya yang memegang uang untuk biaya perjalanan,  saya pun tersadar, mungkin terlalu asyik saya mendengarkan lagu “Bayanganmu, hanya bayanganmu …”.

“Bang, bang … saya mau buang air kecil dulu, dah gak ketahan nih”. Ternyata Pak Tono dan Agan Uban. “Oh ya sudah”, saya menjawab, tetapi  “Tunggu-tunggu, Bah bisa gak kita berhenti dulu ada yang mau buang air kecil gak ketahan” katanya. “Oh ya sudah cepat mumpung lagi jalan ditutup satu arah” Abah menyahut. ”Alamdulilah legarasanya” Agan Uban berkata sambil berlalu untuk duduk kembali di bangkunya.  Perlahan mobil melaju untuk mendaki Daerah Puncak, “Wawwww, wawww, wawww …” terik anak-anak menikmati perjalanan yang sesekali mobil belok kekiri, kekanan, kekiri , kekanan, menanjak, meluncur, belok meluncur, ya begitulah jalur Puncak banyak tikungan tajam, namun kami tetap menikmatinya karena suasana pemandangannya yang hijau penuh dengan pepohonan yang rimbun dan hamparan kebun teh yang luas, perjalanan ini memang enak untuk dinikmati, terlebih udara yang dingin sudah menyelimuti kami  dan kabut yang turun rendah sesekali kabut kami terobos dengan gibasan tunggangan yang di kendalikan Abah.

“Tiktek, tiktek, tiktek, tiktek …” bunyi lampu sen untuk menandakan mobil belok kekanan dan ternyata kami sudah akan memasuki lokasi wisata Cibodas, tak lama kamipun tiba di depan gerbang masuk Kebun Raya Cibodas tepat pukul 10.30, saya segera mengambil alih tugas saya  yaitu membayar tiket masuk kendaraan dan parkir. Kami segera turun dan  berjalan menuju pintu masuk kebun raya. Lagi-lagi saya mengambil alih tugas saya memesan tiket masuk kebun raya.

Oh iya… hampir lupa, kami berangkat menggunakan dua kendaraan bus dan dua kendaraan pikup, 1 bus yang kami tumpangi adalah bersama anak-anak, 1 bus lagi di tumpangi oleh dewan guru dan staff, adapun 1 mobil pikup adalah Ibu Kepala (Ayi Nuryanah, S.Pd) dengan suami dan 3 orang anaknya, dan 1 mobil lagi Bang Haji Agus dan Istrinya (Hj. Masni Wulandari) beserta kedua orang tua kami . Tak banyak saya tau perjalanan mereka menuju Cibodas, karena mereka mengambil rute Cileungsi – Cariu – Cianjur – arah puncak, sedangkan 2 mobil bus yang kami tumpangi mengambil rute perjalanan Jatiasih – Tol Jagorawi - Ciawi – terus arah puncak. Pun begitu tak lama kami sampai di Cibodas merekapun sampai walau kami harus menunggu ± ½ jam,  cape juga ternyata pekerjaan menunggu, ya sabarlah semoga mendapat berkah. Amin.

“Bu tikarnya bu, tikarnya bu sembari di gelar” ternyata seorang jasa tukang tikar menawarkan tikarnya kepada kami, ini memang menjadi mata pencaharian mereka menyewakan tikar disana. Semua berkumpul, makanan buannnnnyak sekali di hidangkan, mulai dari rendang daging, telur, ayam goreng, tempe goreng, pepes ikan mas, tak lupa sambal, lalap, kerupuk, bihun, wah buanyak deh. “Pak makan pa” seorang teman menawakan makan pada saya untuk makan bersama, walaupun kami duduk dalam satu riungan tak lupa dia menawarkan saya, sebenarnya semuanya juga saling menawarkan, ya begitulah sepatutnya kita saling memberi untuk selalu mengikat persaudaraan kita di Mutiarajaya. Nikmat rasanya dapat berkumpul dengan teman-teman, apalagi sambil makan bareng, walau hujan rintik-rintik (tidak sampai membasahi kami) tetap kebersamaan itu tidak terganggu. Wah pokonya sueeeeru banget deh. Sehabis makan sayapun segera untuk menunaikan shalat dzuhur, dan tak lama teman-temanpun melaksanakannya karena makan siang sudah cukup mengenyangkan dari lapar kami.

Bunga sesuatu yang sangat dipuja, namun juga sangat mudah dilupakan karena bunga itu layu, dan tak lama disukai kembali setelah mekar dari kuncupnya, begitulah setersnya. Atau kepiting yang diam-diam menghanyutkan, tidak pernah mengganggu tak banyak tingkah namun tidak pernah gentar untuk menghadapi ancaman, bahkan rela patah kedua capitnya untuk mempertahankan jati dirinya, entah apa yang ada pada diri saya, namun di benak ini selalu ingin mendampingi anak-anak (khawatir takut-takut terjadi apa-apa), segera saya berjalan sendirian untuk memantau anak-anak yang sedang menikmati liburan ini, saya segera mengambil arah air terjun, berpikir anak-anak pasti disana karena cerita air terjun dimanapun tidak akan pernah hilang keindahannya, cepat saya berjalan tiba-tiba bertemu serombongan anak-anak kami yang sudah dari air terjun, dari informasi mereka banyak teman-teman lainnya disana. Saya tetap melanjutkan, untuk segera sampai di air terjun sesekali saya berlari ringan bila menemui anak tangga, saya pun tiba dengan sedikit nafas terpogoh-pogoh namun terbayar sudah setelah melihat keindahan ciptaan tuhan ini, tetapi sayang saya tidak bertemu dengan anak-anak, karena mereka sudah kembali melalui rute yang berbeda (jalan pintas). Tak apalah, karena keindahan yang saya dapatkan bukan cuma air terjun yang indah bergemericik namun banyak juga kaum hawa yang mandi di bawah air terjun yang saya pikir jauh lebih indah dari air terjun atau mungkin sangat-sangat indah kalau diperhatikan lebih dalam, (tettttt, disensor). Sudahlah… karena waktu sudah sore, saya takut temen-temen dan anak-anak sudah kumpul, dan hanya menunggu saya.

Ada jagung, lobak, peyeum (tape singkong), bengkuang, boneka, keripik daun bayam dan banyak lagi, ternyata temen-temen dan akak-anak sudah mempersiapkan oleh-oleh untuk di bawa pulang, maklum biasanya kalau jalan-jalan atau tour banyak orang rumah menanyakan “mana oleh-olehnya” setidaknya begitu pertanyaan yang ada. Dirasa cukup kegiatan tour kami, kamipun segera berfose (foto-foto gitu)  sebagai kenangan dikemudian hari, atau setidaknya kami dapat tersenyum untuk mengingat perjalanan hidup yang kami lakukan. Kamipun pulang, cukup rasanya letih kami di bayar dengan kegembiraan, tertawa bersama, makan bersama, dan pulang dengan selamat bersama pula.

Saudaraku dan mutiara-mutiara kecilku, Sulit memang bagi kita untuk menerima sebuah pepisahan, namun itulah kenyataannya. Saudaraku “Jauh dimata dekat di hati” begitulah kiranya gambaran kita esok. Walau kita mungkin akan jarang berjumpa namun kau semua selalu ada di hati terlbih mutiara-mutiara kecilku, kaulau penerus kami, kaulah kebanggan kami, kaulah harapan kami. Kutitipkan Mutiarajaya Kepadamu. Sudahlah kalau diteruskan jadi,  Sedsed (sedih). Hidup Muiaraku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar