Minggu, 01 Mei 2011

Selayang Pandang PSB di Mutiarajaya 2011-2012

Selayang Pandang
Mutiarajaya senantiasa berusaha mencetak generasi bangsa yang berakhlak mulia, berkualitas, kreatif, inovatif dan produktif dengan landasan iman yang kuat. sebagaimana yang tertuang dalam misi kami ; Menjadikan Manusia yang berakhlak Mulia, Beriman dan Bertaqwa dengan Belajar Sepanjang hayat. Kami mengembangkan diri dengan sistem pendidikan yang tepat, yaitu dengan mengintegrasikan kurikulum Dinas Pendidikan (BNSP), dengan Departemen Agama. Demikian kami dapat membantu para peserta didik dalam pengembangan Intelektual, spiritual dan emosional.

Demi terciptanya generasi yang mandiri, trampil, cerdas dan beradab maka kami mengembangkan sistem pendidikan yang seimbang dengan kurikulum terintegrasi antara agama dan umum melalui pembelajaran yang menyenangkan (study lapangan, all out dan pembiasaan-pembiasaan dalam bidang kegamaan serta dengan mengembangkan keahlian-keahlian sesuai jurusan, dengan demikin para siswa di titik beratkan pada (pelajaran dengan praktek yang sesungguhnya), yaitu guna mencapai life skill yang handal sesuai dengan keahlian dan jurusan yang dipilih. 

Sudah menjadi program tahunan dan setiap menjelang akhir tahun pelajan, kami membuka penerimaan siswa baru baik untuk tingkat SMP maupun SMK, namun dalam penerimaan siswa baru (PSB) tahun pelajaran 2010-2011 sekarang ini ada banyak perbedaan terutama untuk tingkat SMK, yaitu telah dibukanya program baru; Teknik Jaringan Komputer (TKJ) dan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL), selain itu juga diberlakukannya sistem tes (baik tulis meliputi mata pelajaran; Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, maupun interview (freetes). Selain itu juga mengeluarkan seragam khusus (Seragam Yayasan - SMP dan SMK), yang diharapkan dapat memberikan penampilan yang lebih elegan pada setiap siswa juga kepercayaan yang tinggi.

Demikian diharapkan dengan adanya program baru dan pemberlakuan sistem tes dalam PSB tahun pelajara 2010-2011 ini, siswa akan lebih diberikan pilihan program yang diinginkan dan dalam sistem tes diharapkan dapat memberikan disiplin kompetensi.

Keuangan 
Dalam PSB tahun ini Yayasan Mutiarajaya juga menaikan keuangan bulanan dari Rp.80.000,- menjadi Rp.100.000,- tentunya disesuaikan dengan peningkatan-peningkatan dalam program pembelajaran, maupun dalam sarana dan prasarana. Adapun besar biaya secara keseluruhan dalam PSB tahun ini adalah; Untuk SMP Rp. 1.240.000,- dan untuk SMK Rp. 1.400.000,-. Hal ini sudah termasuk biaya pendaftaran, uang ekstrakurikuler selama 1 tahun dan pengembangan sarana pendidikan, plus berbagai atribut, dasi, sabuk, kacu, dan empat paket seragam (seragam pramuka, seragam yayasan, seragam olah raga, dan jas almamter (khusus SMK)). Mengingat kondisi ekonomi yang ada, maka kemudahan juga tidak kami lupakan dalam pembayarannya, Keuangan dapat diangsur 2 kali. yaitu; pertama tanggal 2 Juli 60 %. dan kedua 1 Agustus 40%. setelah calon siswa dinyatakan diterima dilingkungan Pendidikan Mutiarajaya.

 Ekstrakurikuler
Untuk memberikan berbagai macam kegiatan selain dari kegiatan intrakurikuler, dan untuk mengembangkan bakat danminat siswa, maka sedari awal kami juga mengembangkan berbagai pilihan ekstrakurikuler, yang diantaranya :
1. Pramuka, Paskibra, PMR.
2. Rohani Islami (Baca tuli Al-Qur’an, Tadarus, Mabit “malam bina iman dan taqwa”).
3. Volley Ball, Putsal.
4. Kesenian.
5. Taekwondo.
6. Club Bahasa Jepang dan Study Lapangan.

Persyaratan Pendaftaran
1. Mengisi Formulir Pendaftaran.
2. Pas Photo BW 2x3, 3x4 (@ 4 lbr).
3. Surat Keterangan Lulus.
4. Surat Keterangan Kelakuan Baik.
5. Akta Kelahiran.
6. Nomor Induk Siswa Nasional (NISN)
7. Melunasi Uang Administrasi. 


Pasilitas Sekolah
1. Gedung permanen (milik sendiri).
2. Lingkungan yang asri.
3. Laboratorium komputer.
4. Sarana ibadah.
5. Lapangan olah raga yang luas (Volly, Basket, Putsal)

Kisah yang Hampir Tidak Diingat


Kompas Cetak Minggu, 19 Desember 2010
 
Wajah Ismael Hassan (84) berseri-seri. Pada Sabtu (18/12), di Kompleks Yayasan Asrama dan Pendidikan Islam Al-Azhar, Rawamangun, Jakarta Timur, ia sibuk menerima ucapan selamat dari koleganya dan orang-orang lain yang menghadiri peringatan 62 tahun Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Memakai setelan jas berwarna gelap, ia juga kelihatan tangkas melayani permintaan sejumlah orang yang mengajaknya berfoto bersama. Ismael adalah orang yang paham bagaimana para tokoh Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) berjuang di hutan-hutan belantara di Sumatera Barat. Bersama tokoh PDRI, ia ikut berpindah-pindah tempat hunian guna menghindari kejaran Belanda.

Ismael juga mengetahui persis alotnya perundingan Ketua PDRI Sjafruddin Prawiranegara dengan delegasi utusan Soekarno-Hatta pada fase akhir PDRI. Perundingan itu bertujuan melunakkan hati Sjafruddin agar mau datang ke Yogyakarta, mengembalikan mandat pemerintahan kepada Soekarno-Hatta. Dalam perundingan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, itu, Ismael bertindak sebagai notulis. Di sela-sela makan siang seusai acara peringatan, Ismael mengatakan, PDRI merupakan salah satu mata rantai eksistensi Republik Indonesia. Berkat PDRI, pemerintahan Republik Indonesia memiliki kesinambungan. PDRI dibentuk atas perintah Presiden Soekarno-Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 19 Desember 1948. Serbuan Belanda ke Ibu Kota Yogyakarta membuat kedudukan Dwitunggal itu berada di ujung tanduk. Untuk menjaga kesinambungan pemerintahan, dibentuklah PDRI yang berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat. Tidak lama setelah memberikan mandat kepada Sjafruddin sebagai Ketua PDRI, Soekarno-Hatta ditangkap pasukan Belanda. Selain Sjafruddin, yang menjabat sebagai Menteri Kemakmuran dalam pemerintahan Soekarno-Hatta, ada delapan orang lain duduk dalam PDRI. Mereka antara lain Jenderal Sudirman sebagai Panglima Angkatan Perang PDRI dan Mr AA Maramis yang menjabat Menteri Luar Negeri PDRI yang berkedudukan di New Delhi, India. PDRI berakhir pada 13 Juli 1949. Selama tujuh bulan melaksanakan mandat, tokoh PDRI di Tanah Air berpindah-pindah tempat hunian guna menghindari kejaran pasukan Belanda. Seminggu sebelum penyerahan kembali mandat, delegasi utusan Soekarno-Hatta yang antara lain terdiri dari Moh Natsir dan J Leimena berunding alot dengan Sjafruddin. ”Waktu itu, Sjafruddin mempertanyakan mengapa PDRI tidak diajak dalam perundingan Roem-Royen (Mei 1949),” ujar Ismael. Hal lain yang dipertanyakan oleh Sjafruddin adalah isi perjanjian Roem-Royen yang melemahkan republik. ”Keberatan utama Sjafruddin sebenarnya terletak pada perjanjian Roem-Royen itu,” ujar Ismael. Namun, Sjafruddin akhirnya bersedia mengembalikan mandat pemerintahan kepada Soekarno-Hatta pada 13 Juli 1949. Sjafruddin dan tokoh PDRI lainnya mendarat di lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta, pada 10 Juli 1949.

Kurang dikenal
Fragmen PDRI dalam bentang sejarah perjuangan Indonesia mungkin kurang begitu dikenal. ”Hampir tidak diingat lagi. Peran mereka tidak mendapat sorotan,” kata sejarawan Hilmar Farid dalam kesempatan terpisah. Baru pada tahun 2006, tanggal terbentuknya PDRI, yakni 19 Desember, dinyatakan oleh Pemerintah RI sebagai Hari Bela Negara. Ini merupakan pengakuan luas pemerintah akan peran PDRI setelah ditunggu- tunggu selama berpuluh-puluh tahun oleh mereka yang pernah aktif dalam PDRI. Mantan Wakil ketua MPR AM Fatwa yang hadir dalam acara peringatan 62 Tahun PDRI itu menegaskan, apa yang dilakukan para tokoh PDRI patut dicontoh oleh generasi politisi ataupun pejabat sekarang. ”Tokoh PDRI berjuang dengan tulus tanpa mengharapkan apa-apa demi negara,” jelasnya.

Bagaimanapun, menurut Hilmar, Sjafruddin akhirnya terlempar dari pusaran kekuasaan di pusat. Lantas, mantan Menteri Keuangan dan Wakil Perdana Menteri ini memiliki sikap yang berseberangan terhadap pemerintah pusat dengan bergabung bersama Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tahun 1958. Kekuatan PRRI lantas dipukul pemerintah pusat dengan kekuatan militer. Pemerintah pusat melihat PRRI sebagai pemberontakan, tetapi beberapa pendapat menyebut PRRI sebenarnya merupakan ekspresi ketidakpuasan daerah pada pusat.

Peringatan sederhana
Terlepas dari peranan Sjafruddin dalam PRRI yang dianggap sebagai bentuk pembangkangan, PDRI perlu mendapat sorotan lebih layak dalam panggung sejarah Indonesia. Pada periode PDRI ada sejumlah orang yang dengan gigih, tanpa mengharapkan pamrih apa pun, berlarian di hutan, bukan sekadar untuk menyelamatkan diri sendiri, melainkan untuk memastikan bahwa pemerintahan RI tetap eksis di tengah tekanan Belanda. Peringatan 62 tahun PDRI sendiri berlangsung bersahaja di Kompleks Yayasan Asrama dan Pendidikan Islam (YAPI) Al-Azhar, Rawamangun, Jaktim. Setiap tahun, peringatan PDRI memang selalu dilakukan di sana, dengan diprakarsai oleh Ismael, ketua sekaligus salah satu pendiri YAPI. Tidak ada pejabat negara atau politisi beken yang hadir. Namun, mereka semua dengan tulus mengenang orang- orang yang pernah memberi warna cukup penting dalam sejarah Indonesia itu. (A TOMY TRINUGROHO)

Komentar:
Tulisan untuk memperingati peristiwa jatuhnya kota Yogya 19 Desember 1948, hendaknya juga untuk mengangkat sejarah Perintah Kilat Jenderal Soedirman. Itulah peristiwa apa yang kita kenal sebagai "Perang Rakyat Semesta". PDRI baru berdiri tanggal 22 Desember 1948. Sesungguhnya semua ini berada dalam koridor Sejarah Nasional dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Yaitu 1. Yogya diserang, Pak Dirman memiimpin gerilya yang berlaku untuk seluruh tanah air. 2. Surat mandat dikirim Hatta, satu untuk Sjafroedin di Bukit Tinggi dan satu lagi untuk Maramis di New Delhi. 3. Presiden, wakil Presiden/Perdana Menteri dan sejumlah Menteri ditawan di Sumatera. Meskipun sebagai tawanan, nyatanya Belanda, BFO, KTN, Sri Sultan HB IX datang ke Bangka untuk bertemu dengan para pemimpin bangsa ini. 4. Palar selaku wakil PDRI di PBB melakukan perjuangan diplomasi didunia internasional. Dan jangan lupa peranan para pemimpin Aceh dibawah Panglima Daud Bereh yang berjuang demi tegak berdirinya PDRI. Aceh tidak pernah tersentuh oleh tangan musuh. Kalau mau saat itu Aceh bisa merdeka atau melepaskan diri....tapi itu tidak dilakukan demi NKRI.....Bukan Main. Referensi "Modal Perjuangan Kemerdekaan" (Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1947-1948) diterbitkan oleh Lembaga Sejarah Aceh 1990, penulis TA Talsya