Sabtu, 30 April 2011

Ketika Jepang Menyerah Tanpa Syarat



Sejarah kelasik yang difahami tentang kekalah Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945 adalah akibat langsung 2 buah bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945). Dengan perkataan lain setelah itu Jepang menyerah tanpa syarat. (foto 1/Bom Atom di Hiroshima). Sebenarnya yang terjadi pada tanggal 15 Agustus, bukan penyerahan Jepang dalam arti yang resmi, karena hal tersebut baru terjadi pada tanggal 2 September 1945 di atas kapal Amerika Serikat Misouri yang berlabuh di teluk Tokyo. Namun pada tanggal 14 Agustus 1945 memang Pemerintah Jepang melalui duta besarnya di Swiss mengirim surat untuk mematuhi keputusan Postdam (Konperensi sekutu dikota Postdam). Berita yang dibuat oleh menteri muda luar negeri Jepang Shunichi Matsumoto ini antara lain berisi keterangan bahwa Hirohito sudah menandatangani naskah penerimaan deklarasi Postdam. Berita yang diterima di Indonesia dan kemudian dianalisa adalah berita tanggal 14 Agustus tersebut. Surat yang dikirim pemerintah Jepang ini merupakan sambungan saja dari surat tertanggal 10 Agustus 1945 di mana Jepang menawarkan diri untuk merundingkan penyerahan karena Hirohito merisaukan perdamaian dunia. Keadaan di dalam negeri Jepang saat itu memang tidak menentu misalnya menjelang tanggal 15 Agustus 1945 telah terjadi percobaan kudeta yang gagal yang dilakukan para perwira muda pimpinan Let.Kol Takeshita, Mayor Hidemasa Koga dan Mayor Hatanaka. Kejadian tersebut dapat diantisipasi oleh kekuatan militer pro Kaisar. Karena merasa bertanggung jawab, Jenderal Anami selaku Menteri Angkatan Darat Jepang akhirnya melakukan bunuh diri. Pada jam 12.00 waktu Tokyo tanggal 15 Agustus 1945, Hirohito berbicara di radio tentang penerimaan deklarasi Postdam. Berita inilah yang resmi menghentikan Perang Asia Timur Raya. Pidato yang lebih dahulu direkam pada piringan hitam (gramofone) pada tanggal 14 Agustus 1945 ini dikenal sebagai pidato suci Hirohito berjudul "The Voice of the Crane". Amerika serikat selaku negara besar dalam jajaran sekutu menaggapi pernyataan Jepang itu sebagai reaksi akibat pemboman dengan teknologi mutahir hasil rekayasa para ahli Atom Nasional nya. (Foto 2/ terlampir memperlihatkan pemberitaan gedung putih tentang kekalahan Jepang ini oleh Presiden Truman). Berita kekalahan Jepang merupakan berita besar buat pemuda Indonesia guna meningkatkan perjuangannya. Terbayang di benak kelompok pemuda posisi Soekarno dan Hatta serta kelompok tua lainnya yang menjadi sulit karena seia sekata dan bersedia sehidup semati dengan Dai Nippon. Timbul asumsi-asumsi baru nasib bangsa Indonesia dan tanah airnya. Bakal jadi apa Indonesia ini ?. Perkiraan paling dekat tentu saja akan datangnya pihak sekutu, dalam hal ini Amerika Serikat. Pendukung utama Atlantic Charter. Suatu bangsa yang yang mendukung demokrasi, hak sasasi dan kemerdekaan. Bukan hal aneh kalau para pemuda akan menyambutnya dengan slogan-slogan sebagaimana yang disebut dalam Atlantic Charter tersebut.Tapi rupanya waktu kedatangan tersebut tidak terlalu cepat karena adanya perubahan rencana Jenderal Mac Arthur yang tidak jadi melakukan invasi ke Indonesia. Dia berbelok langsung ke utara untuk mempercepat penaklukan negara induk Jepang. Tanggung jawab wilayah Asia Tenggara kemudian diserahkan sepenuhnya kepada kekuatan sekutu lain yaitu dibawah pimpinan Laksamana Mountbatten. Padahal Mounbatten memiliki jumlah tenaga dan fasilitas transportasi yang terbatas.

Dalam wawancara film Ons Indie voor de Indonesiers, Jenderal Cristison pimpinan AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) mengakui bahwa pasukan sekutu terlambat dua minggu sehingga baru bisa mendarat di Jawa pada awal September 1945. Untuk mengantisipasi terjadinya chaos didaerah vacum kekuasaan seperti halnya Indonesia, maka oleh SACSEA (Supreme Allied Command of South East Asia) yang dijabat Mount Batten, diterbitkanlan pengumuman bagi para pimpinan tentara Jepang yang didrop melalui pesawat udara. (gambar 3/Selebaran SEAC / South East Asia Command) Penguman berbetuk selebaran ini juga dimaksudkan bagi pengetahuan para tawanan bahwa “Jepang sudah kalah dan kini mereka merdeka.”. Lalu bagaimanakah sikap Indonesia ?. Vacum kekuasaan ini ternyata dimanfaatkan dengan baik untuk “memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945”…..

Dr. Hamka (Haji Abdul Karim Amrullah) Seorang Sufi


Orang berdarah minang ini adalah termasuk orang yang langka kita jumpai, kenapa? Berawal dari pendidikan sekolah desa tiga tahun, dan itupun tidak tamat, namun selalu memperdalam pengetahuannya, memperdalam bahasa Arab yang diketahuinya sepotong-sepotonng, namun dapat dipergunakannya untuk membaca buku- buku dari segala tema.

Pada usia 15 tahun Dr. Hamka sudah berani merantau ke tanah Jawa untuk berguru kepada pemimpin Islam yang terkenal, yaitu Ki Adi Kusumo, Tjokro Aminoto, Agus Salim, dan AR. ST. Mansyur (kakak iparnya), dan pada usia ini pula ia sudah berani mengikuti seminar-seminar Mubaligh Muhammadiyah, dan untuk memperdalam kembali pengetahuannya tentang dunia Islam, dalam usia 19 tahun berkat usaha sendiri dan bantuan dari neneknya ia berangkat ke tanah suci untuk naik haji.

Sejak muda ia jika diamati lebih condong untuk memperdalam ilmu agama Islam, mempelajari ilmu tasauf. Hal ini dapat dibuktikan dengan terbitnya sebuah buku berjudul Tasauf Modern, yang terbit pertama tahun 1939 (sampai sekarang buku tersebut telah berpuluh kali dicetak ulang, dan cetakan terakhir tahun 2000). Selain buku tersebut, buku-buku karangan beliau tentang roman, sejarah, sosial, buku-buku agama selalu mengandung unsur-unsur tasauf.

Ketika beliau tinggal di daerah Kebayoran Baru, di samping masjid Al-Azhar, beliau mengadakan pengajian malam hari, pengajian ini bernama pengajian selasa karena memang diadakan setiap malam selasa, sedangkan jamaahnya adalah pedagang dari Tanah Abang yang sebagian besar dari tanah Minang. Pada awalnya para peserta pengajian malam selasa belajar ilmu tasauf yang tujuannya agar dapat ilmu kesaktian seperti; tahan api, tidak luka bila terkena senjata tajam, sebagian dari pengikut pengajian itu berasal dari suku Tanjung yaitu satu suku dengan beliau, beliau bergelar Datuk Indormo (sebagai kepala suku Tanjung). Mendengar berita banyak “orang awak” belajar ilmu tasauf untuk sakti, tokoh-tokoh suku Tanjung di panggil beliau ke rumahnya untuk diberikan penjelasan. Alhasil dari pertemuan itu, setiap malam selasa orang awak itu datang ke rumah belaiu untuk mendengar pengajian tasauf yang sebenarnya dari beliau.  

Pada malam selasa pertama jamaah yang datang hanya 8 orang, sebagian besar masih family beliau. Pada malam pertama itu belaiu menjelaskan bahwasannya tasauf itu jalan menuju keridhoan Allah, jalan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan menggiatkan ibadah, berdzikir dan memuji kebesaran Tuhan, penganut tasauf lebih banyak mendekatkan perasaan, ibadah bagi mereka adalah kehidupan. Pada pengajian pertama ini Beliau juga mengenalkan ahli-ahli tasauf yang terkenal dari abad ke-3 dan ke-4, seperti; Zen Nur, Abu Yasid Bustami, Al-Juned, Husin Mansur Al-Hallaj. 

Setiap malam selasa, sebelum Beliau menerangkan ilmu tasauf, prilaku dan ajarannya, beliau terlebih dahlu bercerita tentang tokoh-tokoh sufi tersebut. Dimulai dari Zen Nur nama besarnya sebagai guru sufi, Abdul Faizin Nun Al Mishri. Sufi ini lebih mencintai Allah. Cintailah Tuhan dan bencilah kepada yang di benci Allah. Menurut garis yang diperintahkan Allah, jangan pandai melihat kehebatan dari yang hebat adalah Allah.

Malam selasa kadua pengikut bertambah menjadi 15 orang. Satu persatu ahli-ahli tasauf di atas di bahas oleh beliau, didahului cerita tentang tokoh-tokoh tersebut.  Di malam ke empat, jumlah lebih banyak lagi. Ada sekitar 60 orang. Malam selasa yang lalu beliau berencana akan menceritakan tentang kehidupan Al Hallaj (Husin Mansur M. Mallaj), tokoh sufi sangat kontroveksi.

Al Hallaj lahir di daerah Persia. Dalam usia 16 tahun dia mulai belajar kepada seorang sufi yang  terkenal Sahi bin Abdullah Al  Tusten : semangat menuntut ilmu tasauf Al Hallaj hampir semua guru-guru sufi didatanginya. Tiga kali dia menunaikan haji. Ketika mulai mengembara sambil menimba ilmu tasauf dari guru-guru sufi ternama. Banyaklah orang tertarik akan fatwa yang biasanya diucapkan dengan cara pantun dan bersyair.

Para ahli fiqh dan ulama-ulama mulai resah dengan fatwa-nya menyampaikan fahamnya yang aneh-aneh.
1.        Hulah, yaitu Tuhan menjelma kedalam diri insan yang bersih dari dosa.
2.        Massalah Nur Muhammad, menurut keyakinan Al Hallaj, sebelum alam diciptakan oleh Allah, Nur Muhammad telah terlebih dahulu diciptakan. Asal usul segala amal, ilmu pengetahuan. Dan dengan perantara Nur Muhammad inilah alam semesta diciptakan Allah.
3.        Kesatuan segala agama.
Menurut Al Hallaj bila batin seseorang telah bersih di dalam kehidupan beragama akan naiklah kehidupan.
Dia membagi 3 tingkat : 1. Muslim; 2. Mukmin; 3. Mugarabin
Mugarabin yang akan mendekatkan diri kita dengan Allah. Di atas mugarabin, puncaknya akan bersatu dengan Tuhan.
Nampaknya Al-Hallaj sampai di puncak mugarabin sehingga di merasakan dirinya Tuhan, diapun ikut melihat Allah menjelma kedalam dirinya. Tidak ada lagi kehendak berlaku. Karena kehendaknya merupakan kehendak Tuhan. Ruh Allah meliputinya.

Belaiu mengutip fatwa berupa syair yang di ucapkan oleh Al Hallaj dengan hapalan yang sempurna tanpa membacanya.  
(terjemahan).  
1.        Saya orang yang saya rindui, ”orang yang saya rindui adalah saya”
Kami dua jiwa menjadi satu, kalau kau lihat saya, kaupun melihat dia, bila kau lihat dia kau pun melihat aku.
2.        Telah bercampur roh mu dalam roh ku, laksana bercampurnya khamar dengan air yang jernih, bila meyentuh sesuatu, tersentuh aku, sebab itu, engkau adalah aku, dalam segala hal. Sama artinya : saya lah Tuhan, Anna al-haq

Ajaran yang dianggap sesat oleh para ulama fiqih menyebabkan Al Hallaj dimasukkan penjara. di penjara pertama, sufi ini dapat melarikan diri.

Ada lagi ajaran Al Hallaj yang tak disenangi oleh kaum ulama fiqih yaitu tentang kesatuan agama. Menurut Al Hallaj agama karena takdir Allah. Perdalam saja agama dengan benar dan bersih tidak usah ada perselisihan. Ajaran inilah meyebabkan Al Hallaj diadili. Dia tetap pada pendiriannya. Ucapan “Anna Al Haq” merupakan ajarannya.

Dalam sidang pengadilan yang juga diusulkan oleh Khalifah Al Muskadir, Al Hallaj harus di hukum mati.

Pada hari eksekusi Al Hallaj di penuhi oleh masyarakat yang terdiri dari pihak pembenci dan dari pihak pencintanya. Sebelum dieksekusi beliau meminjam sejadah dari Syebhi. Al Hallaj shalat dua rakaat. Dalam shalatnya dua rakaat itu Al Hallaj membaca surat Al Baqarah ayat 155. Pada rakaat kedua setelah Al Fatihah beliau membaca surat Al Imran ayat 85. Setelah shalat kembali Al Hallaj bersair meyampaikan fatwahnya :
1.        Saya mencari tempat yang tentram di atas bumi tahulah saya bukan di bumi tempat yang tentram aku ikuti saja khendak mauku, aku diperbudaknya kalau ku cukupkan yang ada, akupun mardekalah.
2.        Saya serahkan diriku memikul kesaktian hanyalah karena ku tahu karena mutlak yang akan meyembuhkan.
Wahay temaptku bermohon dan himpunan cita-citaku lebih nyaman bagiku, dari pada dunia dan isinya jiwa yang sedang menderita, sabar menderita semoga yang menjemput. Dia sendiri yang mengobati”.

Algojo telah menaik ketempat eksekusi. Para ulama fiqih dan algojo kawatir. Syair patwa Al Hallaj akan mempengaruhi para pengikut Al Hallaj si sufi yang tambah banyak berdatangan ketempat eksekusi.

Al gojo yang bernama Abu Horst, mula-mula muka Al Hallaj di hantamnya oleh gagang pedang. Dari Al Hallaj haya terdengar: ”Allah, Allah,” tidak ada jeritan kesakitan. Abu Hast kembali beraksi. Pertama dipatahkannya kedua kaki dan ke dua belah tangan Al Hallaj. Tetap sufi yang bayak pengikutnya itu tidak menjerit atau mengeluh kesakitan. Dari mulutnya tetap terdengar “Allah, Allah.”

Tubuh Al Hallaj yang telah di patahkan kedua tangan dan kakinya dinaikan kesebuah palang seperti orang yahudi menghukum seorang penjahat. Al Hallaj dipaku di atas palang tadi dalam ke adaan setengah sadar. Salah seorang mendekat ”wahay guru apahkah itu tasauf “

Dengan terbata-bata Al Hallaj menjawab, ”yang kau lihat inilah arti tasauf”. Beliaupun wafat. Mayatnya dibakar, abunya dibuang ke sungai Dajlah.

Beliau terus bercerita: menurut sebuah legenda, ketika muka Al Hallaj di pukul dengan gagang pedang, darahpun mengucur dari luka ituh, menetes kebawah. Setiap tetes itu yang jatuh itu mengeluarkan suara : “Allah, Allah.”

Tiba-tiba saja seorang perserta pengajian yang mendengar cerita, bangkit berdiri dan berteriak-triak meyebut “ Allah, Allah, Allah” mengeilingi tempat jamaah yang lain. Rupanya cerita beliau cukup mencekam hingga salah satu dari pendengarnya kesurupan. Orang kesurupan itu di angkat oleh jamaah yang lain untuk di tenangkan.

1.        Judul cerita ku (Irfan Hamka). ”ayah ku seorang sufi,” tidak begituh saja. Aku mendengar waktu ayah keliling ke Sumatra Tengah dan Riau. Masuk hutan keluar hutan, tidak pernah bertemu dengan harimau, padahal hutan waktu itu merupakan tempat tinggal atau istana harimau. Cerita abang Ichsan, “kami hanya mendengar suara harimau dari jauh, harimau itu seakan menghilang”.
2.        Terjadi ayah menempeleng seorang jagoan (Bang Aw) tanpa perlawanan. Kemudian hari Bang Aw bercerita ketika ayah menempeleng itu, dibelakang ayah duduk seorang laki-laki berjubah yang sangat berwibawa, saya takut melihat seorang berubah di belakang Uwo Haji Hamka hingga saya diam saja, Haji Hamka menempeleng saya.
3.        Waktu Angku Jangut, ayahnya Aw datang ke masjid menemui ayah rencana ingin mengajak duel. Namun batal. Dilihatnya ayah sangat jernih raut mukanya. Padahal semua orang tahu wajah ayah banyak bekas penyakit cacar. “wajahnya saja jernih. Agak bercahaya pula, lalu saya putuskan membatalkan niat saya untuk mengadu ilmu dengan Hamka. Saya berfikir Hamka bukan lawan saya lagi. Timbul takut saya”, kata pendekar ternama itu. (cerita ini kudapat dari salah seorang Datuk Suku Jambek yang kutemui pada acara peresmian Museum Buya Hamka di Maninjau).
4.        Menghadapi tiga baya di padang pasir. Angin putting beliung pasir, supir tertidur dalam mengemudikan mobil dengan kecepatan 120 mil/jam, dan pada saat dilanda air bah di gunung granit. Beliau diselamatkan oleh Allah Swt.
5.        Masa gerilya tahun 1948, ayah mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh perjuangan disebuh dusun di dekat Matur, malam harinya ketika peserta mau istirahat, tiba-tiba rumah panggug tempat mereka berkumpul seperti ada yang memukul tiang-tiang rumah kayu itu sampai bergetar.
Ayah segera memerintahkan kepada yang hadir untuk menyingkir dari rumah itu, dengan mengucapkan; sebentar lagi ada bahaya. Banyak yang tidak percaya lalu ayah mengajak abang Rusjdi dan Ichsanudin untuk segera keluar. Ada juga yang ikut, yang tidak percaya segera tidur.
Setelah beberapa jauh ayah dan rombongan kecil itu mendengar sura dentuman berkali-kali dari arah bukit ternyata tentara Belanda telah mengepung dusun, dalam waktu sekejap dusun tersebut telah dibumi hanguskan oleh Belanda banyak korban tewas. Sedangkan ayah dan rombongan kecil itu selamat. Ketika dinyatakan kepada ayah apa sebab ayah itu tau bahaya akan datang? Ayah menjawab: “pertanda dari Allah yang membuat kayu penyangga rumah seperti ada yang memukul.”
6.        Ayah berdamai dengan jin;
Semua itu saya ceritakan ke Buya ST. Mansyur, guru yang sangat dimuliakan ayah jawab ST. Mansyur, “Hamka tidak pernah melepas dzikir dan mengaji Al-Qur’an dan selalu ingat kepada Allah. Baik pada setiap orang tanpa melihat latar belakang orang itu. Sudah pantas Hamka di lindungi Allah. Allah akan melindungi sufi-sufi yang bersih, tetap beriman kepadanya walaupun banyak godaan-godaan.
Menurut Buya St. Mansyur, Buya Hamka adalah seorang sufi dia tau kejadian yang akan datang dan dapat mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Aku yang banyak mengalami peristiwa-peristiwa aneh setuju dengan Buya St. Mansyur, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu. Memang ayahku seorang sufi.
Bedanya dengan Al-Hallaj ayah tidak mengakui dua wujud menjadi satu seperti yang diajarkan Al-Hallaj, Anna al haq. Tuhan adalah aku. Ayah tetap berpegang kepada tali Allah dan taat melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya.  

Nama besar beliau banyak diabadikan lebih khusus dalam bidang pendidikan, tentunya hal ini sebagai sebuah penghargaan atas jasa-jasa beliau, dan semoga menjadi inspirasi buat kita semua. salah satu penghargaan atas nama besar beliau adalah digunakan pada sebuah Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA di Jakarta yang disingkat UHAMKA.


*) Sebuah petikan dari buku “Kisah-kisah Abadi Bersama Ayahku Hamka – Irfan Hamka, (2010).